Sabtu, 25 Juli 2009

Novel 2

Lum ada judul..

Siang itu, panas matahari sangat menyengat. Bau debu- pun bisa sampai tercium karena terbawa para pengendara yang ribut lalu lalang. Padahal waktu belum menunjukan pukul 12 siang, tetapi berbagai aktifitas tetap saja berjalan. Walau tak ada ac dengan kipas anginpun jadi. Jam istirahat telah tiba, profesiku mengajar disekolah ini. Aku dan rekan-rekan sesama guru biasa menghabiskan waktu disini. O’ya, aku lupa menyebutkan siapa namaku.., namaku Hilman.

Perbincangan hangat mengisi tema siang itu, Hilman satu-satunya guru muda yang mengajar di SMA Al-fattah. Masalah kelajangannya sampai saat ini masih saja menjadi obrolan yang tak’an pernah terlupakan.

“Ha..ha..ha.., kalau sudah mau sama anak saya saja pak, masih ada satu kok. Yang terakhir itu belum menikah, masih kuliah. Sedikit lagi selesai”. Ucap pak Nabawi sambil bercanda, guru yang lain merujuk agar Hilman menerima. Tapi nampaknya ia masih belum siap balasannya hanya seulai senyum..

v

Malam ini malam kamis, tidak seperti malam-malam biasanya yang ramai karena perkumpulan anak muda. Hilman sendiri sebenarnya tidak bisa memainkan gitar, tapi jari tangannya nampak lihai memainkan senar gitar walau tanpa nada. Lagian siapa juga yang mau mendengar?

Pluk, ada lemparan batu kecil mengenai Hilman. Agh,rupanya dia itu Dani, teman Hilman waktu kecil dulu.

“Hayo.., ngelamun lagi ya..? kalo ngelamun jangan kelamaan, nanti lupa lagi kalo belum makan. He..he..he..”

“Ye.., mangnya kamu kalo ngelamun, jorok”.

“Ya, gimana mau ngelamun jorok? Orang rumah aja belum disapu,tuh liat aja banyak semut-semut”. Balas Dani seakan tak mau kalah, “Biasanya anak-anak pada nongkrong, ini pada kemana?” Tanya Dani, namun Hilman diam tak menanggapi hanya mengangkat bahu.

“Gak tau”,

“Coba pilih, kalau kamu sudah berjodoh mau perempuan cantik.. atau pintar..? kalau saya pasti akan memilih perempuan yang cantik. Kalau perempuan cantik mau diapakan juga memang sudah cantik, gak usah pintar. Kalau dia mau dia bisa belajar”,

Menurutku, apa yang disampaikan Dani barusan hanya pemikiran sederhana. Cantik yang haqiqi hanya ada didalam hati. Sebab pemikiran yang baik tidak akan pernah hilang walau wajah memucat atau pudar karena kecantikan luar. Tiba-tiba Alya datang. Ia adik perempuanku satu-satunya. Sejak ibu dan Alya tinggal bersamaku sengaja aku meminta Dani untuk menyewa tempat tinggal satu lagi.

“Assalamualaikum..”, Ucap Alia mengucapkan salam, Hilman dan Dani menjawabnya bersamaan.

“Wa’alaikum salam..”

“Bang Hilman sudah makan?”

“Sudah”,

“Kalo gitu Alya masuk dulu”,

“Iya”, jawab Hilman singkat. Sementara Dani tak henti- hentinya ia terus memuji Alya yang masih mengenakan mukena.

Saat pagi menjelang..,

Kuangkat kedua tanganku dihadapan-Mu ya Allah. Kuserahkan segala urusan dunia- akhirat ku hanya kepada-Mu. Manusia hanya bisa berusaha, siapa yang tau dengan jodoh, kematian dan rizki..??

Pukul enem tepat, kunyalakan vespaku. Kubonceng Alya dibelakang motorku, pagi ini ia ada kursus menjahit. Sepanjang perjalanan Alya hanya diam dan mendengarkan perkataanku. “Abang gak maksa kamu buat mau pake jilbab apa nggak, yang penting abang mau kamu tetap jadi ade abang yang baik. Jangan suka mengikut- ngikuti model yang kadang suka berubah- ubah. Kamu harus punya pendirian. Jangan kamu menilai seseorang melalui fisik, Alya. Semua itu tidak menjamin..” Ucap Hilman kepada Alya, walau dengan suara kecil dan bersaing dengan suara-suara kendaraan lainnya. Pukul tujuh Hilman sudah sampai lagi ditempat kerjanya SMA Al-fattah. Ditaman baca yang hanya dibatasi jarak beberapa meter ia menemukan gadis itu lagi, cantik. Tapi bukan rekan sesama guru, tapi seorang murid. Murid perempuan itu memakai jilbab yang panjang, ia suka sekali duduk dikursi panjang yang ada dibawah pohon jambu. Yang sangat disayangkan Hilman belum tau siapa dia..

Tok..tok..tok..

“Pak Hilman, ma’af mengganggu. Pak Rabib ingin bicara, beliau menunggu diruang yayasan”, kata pak Shaleh kepadaku. Aku mengiyakan dan mengucapkan terima kasih. Kutemui pak Rabib. Tapi terkadang aku suka merasa sungkan dengan bapak senior satu ini sebab aku tak ingin meninggalkan kelas terlalu lama. Kegugupanku terlihat saat pak Rabib tersenyum dan memintaku untuk duduk berdampingan dengannya.

“Tenanglah sebentar”, tambah pak Rabib lagi menenangkan. Lalu kami memulai cerita dengan ini dan itu, tapi sungguh tak dapat kusembunyikan wajah penuh was-was ini, sebab udara didalam ruangan sangatlah panas, bajuku basah layaknya orang yang habis mandi. Kemudian pak Rabib beranjak yang mengagetkan ternyata beliau mengambilkan dua buah minuman untuk kami.

“Bagaimana keadaan orang tuamu, Hilman?” Tanya pak Rabib lagi, aku menjawabnya baik. Tapi saat beliau menanyakan keadaan bapakku sejenak aku hanya terdiam. Bukan kenapa, tapi belum lama ini aku baru saja kehilangan sosok seorang ayah yang sangat kubanggakan.

“Ma’afkan saya, tidak ada maksud untuk.., bagaimana kalau nanti malam kamu datang kerumah. Akan kutunjukan sesuatu, datanglah nanti malam jam tujuh”, Ucap pak Rabib sekali lagi. Aku mengiyakan sampai tiba waktu yang diminta aku datang berkunjung kerumah pak Rabib, disini sangat sepi. Segera kuparkir vespaku setelah benar ku ucap salam, tetap tak ada jawaban. Kucoba salam sekali lagi, baru terdengar suara orang berjalan membukakan pintu. Ternyata yang membukakan pintu itu istri pak Rabib yaitu ‘bu Rabib. Beliau mempersilahkanku untuk duduk menunggu pak Rabib yang sedang shlat jama’ah di luar.

“Ya begini keadaan rumahnya, tadi sebelum berangkat bapak bilang ada yang mau datang. Itu dia yang ditunggu sudah sampai”.

“Assalamualaikum..”

“Wa’alaikum salam..”

“Bu, tolong buatin minuman buat Hilman sama bapak”, pintanya. Setelah itu kami memulai pembicaraan.

“Bapak lihat nak Hilman pemuda yang baik, maka dari itu pilih salah satu putri bapak jika tidak berkeberatan”,

Aku diam. Ucapan pak Rabib merupakan amanat yang terlalu besar untukku. Tanpa harus melihat dan berkenalan aku dimintanya untuk memilih..maka,kupilih..

Sibungsu..

v

Keesokan harinya,

Sudah kumantapkan hatiku untuk anak dari pak Rabib sibungsu yang kupilih semalam. Tapi lagi- lagi dikursi panjang itu, gadis itu memperlihatkan dirinya lagi. Seorang temannya datang lagi memberikan selembar kertas. Mereka tertawa lagi, dan seorang guru perempuan memanggilnya..”Dini”,

Dini, berapa lama waktu yang kamu butuh untuk terus ada di Taman baca itu, sedang namamu baru kutau sekarang. Hilman pergi, dan saat ia pergi itu selembar daun jambu kering jatuh mengenai jilbab gadis yang dikaguminya.

Tak terasa, siang berlalu dengan cepat. Hari ini hari yang melelahkan buat Hilman. Tapi ibu cepat datang sambil membawakanku segelas teh hangat. Didalam minuman itu ibu menambahan sedikit campuran jahe dan batang serai. Hem.., baunya menyegarkan pikiranku. Tepat pukul 20;00, Dani datang menghampiriku. Ia menyampaikan sebuah pesan yang tertulis di handphone nya. Dari pak Rabib. Cepat atau lambat aku pasti akan mengetahui pasanganku kelak. Dan sekarang ia sedang sakit parah di Rumah sakit. Sebelum melangkah lebih jauh, pak Rabib memintaku untuk memikirkan kembali perihal kemarin. Aku bisa saja merubahnya sekarang jika aku mau. Tapi tidak semudah itu, aku harus menemui pak Rabib sekarang juga.

Waktu telah menunjukan pukul 23;15 menit. Hujan turun dari sela-sela langit yang gelap. Badanku rasanya sudah sangat lemah. Ingin rasanya cepat sampai dirumah dan merebahkan badan didalam kamar. Setibanya dirumah, apa yang sedang aku saksikan? Apa yang Alya lakukan berdua bersama Dani, mereka sangat dekat. Yang lebih membuatku kecewa, posisi bibir mereka yang saling berdekatan.

“Akhwat apa kamu ini?! Malam- malam masih berduaan. Pergi, PERGI KALIAN”. Hilman marah, hujan diluar yang membuatnya kebasahan hingga lelah, terlebih ia harus mendorong vespanya yang mogok. Juga hubungannya dengan pak Rabib, Hilman sudah tidak tau apa yang harus diperbuatnya. Kini, Alya adik perempuan satu-satunya yang diberi kepercayaan, tega berkhianat bersama Dani.

v

Tujuh tahun kemudian..,

Semenjak peristiwa malam itu, Hilman pergi meninggalkan rumah. Begitu juga dengan Ibu da Alya mereka telah memutuskan untuk kembali kekampung halaman.

“Tadi ada surat buat Abang, dari ibu”. Kata Radita memberikan surat itu, perlahan surat beramplop putih itu dibuka. Ternyata Alya.

Bang Hilman, Lya dan ibu mau ke Jakarta. Tapi sebelumnya kami akan datang kemakam bapak. Dari sana kami baru akan datang. Mohon jemput.

Alya

Setelah selesai membaca surat, Hilman membalikkan badan. Diminumnya secangkir kopi hangat lalu seorang anak kecil lelaki memanggilnya manja, tangannya mengangkat minta digendong. Katanya,

“Pa..pa..”,

“Rizkar..”, Hilman sedang mengajaknya bercanda, begitu ibunya datang Rizkar tak mau melepas pelukannya.

Pukul 15 lewat 3 menit. Aku sudah sampai diterminal lebak bulus. Perhitunganku juga bisa kurang menguntungkan, sebab akhir- akhir ini sudah masuk musim penghujan. Dari terminal kebun kelapa, Ibu dan Alya akan naik bus jurusan Jakarta dan akan turun ditempatku berada sekarang. Tapi tiba- tiba Rizkar menarik tanganku, ia minta minum. Dan ibunya entah kemana ia sekarang.

“Ma’af” kata istriku. Segera kuhampiri ia, tanpa sengaja ia telah menabrak seorang perempuan yang kebetulan juga membawa sekeranjang kue.

“Dini??” Ucap Hilman setengah kaget setelah melihat perempuan itu adalah DINI. Perempuan yang dulu pernah dikaguminya dan terenyak saat ia memilih si bungsu, anak dari guru seniornya saat ia masih mengajar dulu. Dan saat Hilman memutuskan untuk hijrah, disanalah ia menemui Radita. Perempuan yang akan selalu menemani dalam keadaan apapun.

“Saya yang minta ma’af. Abi”, ucap Dini sedikit sungkan, mungkin ia memang tidak mengenalku. Tapi setelah Dini bilang ‘Abi’, aku terperanjat bukan main kagetku. Orang itu adalah pak Rabib. Segera kuraih punggung tangan beliau. Kucium penuh ta’jim atas permohonan ma’afku dulu. Namun kesederhanaan beliau tetap membara dihatiku. Kami duduk bersama dan berceritalah beliau, kalau Dini itu adalah putrinya, sibungsu yang pernah kutinggalkan dulu karena sakit. Ia Nampak begitu sehat sekarang. Bersama suaminya ia membuka toko kue disekitar sini, dan suaminya adalah…

Dani.

Ending…..

Limo, 21 Mei 2009

By : SAM ?!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar